Showing posts with label Pengalaman. Show all posts
Showing posts with label Pengalaman. Show all posts

Hello Malaysia

Huh finally I am writing again. After three years of not actively writing.


This time, I want to share the exciting experience of my journey to one of the most popular destinations in Southeast Asia, namely Kuala Lumpur. This city is known for its magnificent skyscrapers, diverse culture, and delicious food. But I went to Kuala Lumpur to attend an International IT Security event. This was my first time traveling abroad alone. Truly alone. Just communication through WhatsApp chat with a friend there (a Malaysian person whom I had met once when they visited Jakarta). Nervous, but he said it's okay, God willing, it's safe.


Oh ya, I was in Kuala Lumpur for 5 days and 4 nights. The conference lasted for 3 days.

Here, I will only tell my personal experiences, so it's not too long. Let's dive into the full story below!


Day 1: Arriving at Kuala Lumpur International Airport

Upon arriving at Kuala Lumpur International Airport, I was a bit confused because there were no security guards to ask. But the signs at the airport were comprehensive enough. My destination was Kuala Lumpur Convention Center (KLCC). I stayed at Impiana Hotel near from KLCC.

I chose to take a bus from KLIA1 to KL Sentral, and then continued using the Kelana Jaya Line (MRT) to KLCC. The journey took about 1 hour and 30 minutes to reach KLCC.

When I arrived at KLCC, my friend told me that it was raining. So, I went underneath to get to the hotel. Phew, going around. Pushing my suitcase. It felt tiring, but it was exciting. Because I finally arrived at a hotel in a foreign land, even though I was alone.


In the evening, my friend invited me to dinner at the KLCC, called Suria KLCC. Turns out KLCC is amazing. Absolutely mesmerizing! There's a park, dancing fountains, and a view of the Petronas Twin Towers.


KLCC Park

Dancing Fountains

Petronas Twin Towers


Day 2: First Day of the Conference

From morning until afternoon, I attended the conference. I was somewhat surprised to find out that I was a delegate. I thought I would be a regular attendee. Alright, I have to give it my all.

ID Card event

*The experience will be published later*

Since my friend had dinner with the event organizers, I wandered around on my own after the event ended. I walked to Bukit Bintang. It was so lively there. Full of tourists.

Bukit Bintang

I also look for unique food. Ta-da, I finally found it. It's called Kunafa Crisp.

Kunafa Crisp


Day 3: Second Day of the Conference

Still pretty much the same as yesterday. But, I was invited to dinner at Alor Street.

Here, I gather with Nanosec (community in Malaysia) trainers from various countries such as the Philippines, Singapore and China, which are definitely different cultures. I gained insight into collaboration and growing together. The point is about mindset.

If you want to go fast, go alone. If you want to go far, go together.                    – African Proverb

Their culture when the event is over is to have dinner together on the last day. This is for the purpose of getting to know each other.

And yes, I got to know the others. But because I still passively on speak English, I only speak a little. Or ask my friend to translate it. Haha never mind. I'll get used to it later my friend said.

Dinner at Alor Street


Day 4: Third Day of the Conference

The final day of the conference.

During the lunch break, I took a moment to visit KLCC Park. Enjoying the fresh air and the breathtaking view of the twin towers.

In the evening, finally, the tasks at the event were completed. Only the responsibility remained.

As it got a bit late, my friend asked what I wanted to eat. I said nasi lemak. Well, before flying back to Indonesia tomorrow. How could I not try anything?

Finally, I was taken to have nasi lemak in Kampung Baru. After finishing, we stopped by the Petronas Twin Towers for some photos.

In front of petronas Twin Towers


Day 5: Returning to Indonesia

This morning, I felt happy to be going back to Indonesia, but sad to leave the city of Kuala Lumpur that provided an extraordinary experience. An unforgettable experience. From the city's beauty to its cultural and culinary richness.

I hope my travel story can inspire you to plan a similar adventure.

See you in the next travel story!

Share:

Belajar Membatik Bolu Gulung

Yeay alhamdulillah akhirnya belajar membuat bolu gulung batik. Kepengennya udah dari kapan, baru terlaksana Oktober 2016 lalu 🙈

Awalnya ga begitu percaya diri sih, karena saya jarang ke dapur kalau ga masak atau lihatin yang masak. Tapi karena mikir perempuan itu harus terbiasa di dapur walau awalnya mungkin terpaksa, jadi akhirnya memberanikan diri. Nanti juga pasti bisa. Suami mau makan apa kalo ga bisa masak? Masa mau beli trus? Hehehe

Lokasi kursus kue ini ada di Bekasi. Alhamdulillah ada temen yang mau antar ke lokasi. Begitu sampe sana, sudah ada yang datang. Yang kursus ada 4 orang termasuk saya. Kok sedikit? Ya biar maksimal.

Ketika akan dimulai, jam 10, kami diberi kertas resep dan motif batik yang akan dibuat di atas bolu gulung. Oh iya, untuk bahan-bahannya sudah disiapkan sama yang mengajar ya. Jadi saya hanya bawa diri saja. Biayanya tidak mahal. Hanya 350ribu.

Sebelum membuat kue dimulai

Oke lanjut, bahan-bahan ditimbang terlebih dahulu. Kemudian dikocok menggunakan mixer. Nah ketika adonan sudah siap, baru deh membatik. Prosesnya hampir sama seperti menggambar. Harus teliti dan jeli. Paduan warnapun harus sepadan agar terlihat cantik. So, membuat bolu gulung batik itu lamanya dalam proses membuat batiknya. Membuat adonan dan mengukusnya hanya sebentar.

Kurang lebih, selesai membatik bolu gulung sekitar jam 11an. Lama kan? Hehe iya harus rapi soalnya.
Lalu dimasukkan ke dalam dandang. Btw, ini dikukus loh ya. Bukan dipanggang menggunakan oven.
Taraaaaa, jadilah bolu gulung batik hasil karya saya.

Not bad lah ya untuk saya yang biasa di depan laptop

Karena namanya bolu gulung. Jadi ya harus digulung 😂

Hasil setelah digulung

Nah, ini hasil karya yang lain


Finish. Sekitar jam 3 kami pulang. Sekalian nunggu hujan yang tak kunjung reda dari jam 2.

Narsis dulu hehe

Oke, selamat belajar Viii. Semangat ~~
Share:

Sehat itu Mahal

Siapa yang mau sakit? Jawabnya pasti ga akan ada yang mau sakit. Tapi kebanyakan orang lupa bahwa sakit itu mahal, karena terasanya ketika sakit.

source: google.com


Jadi, saya sakit setelah hidup di Jakarta selama 6 bulan. Dua penyakit sekaligus pula, typus dan amandel. Padahal seumur hidup ga pernah typus, amandel pun baik-baik aja. Ya mungkin karena kondisi badan sedang menurun. Makanya drop banget.


Setibanya di Bandung, saya istirahat di rumah. Minum obat dari Rumah Sakit yang berobat di Jakarta sebelumnya. Ketika obat mau habis, tiba-tiba tenggorokan sakit kembali. Saya tidak bisa makan ataupun minum. Waktu itu belum tahu kalau amandelnya bengkak. Langsung deh ke Rumah Sakit terdekat, dan daftar di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Ketika diperiksa, dokternya bilang kalau amandel dan harus dioperasi. Duh, dokter macam apa ini, bilang harus operasi langsung di depan pasien. Saya langsung nangis saat itu. Ya Allah, cobaan apa ini...

Kemudian, ga lama diinfus karena ga bisa masuk makanan lewat mulut. Dibawa juga ke ruang inap. Saya masih nangis. Saya bilang "ga mau dioperasi" ke mama, sampai tangan saya kesemutan karena tegang. Tapi mama menenangkan saya.


Hari pertama, hari kedua, hari ketiga,, trombosit saya berangsur normal dan tenggorokan pun sudah tidak berasa sakit. Saya ditangani dua dokter pada saat itu. Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorokan (THT).

Ketika hari ketiga, dokter THT bilang kalau amandelnya harus dioperasi supaya ga kambuh lagi. Tapi nunggu pengobatan sebulan dulu, dan satu minggu sekali harus kontrol. Duh kapan bisa sehat lagi :(


Hari keempat, saya diperbolehkan pulang. Pada saat itu, saya tidak menggunakan asuransi. Jadi menggunakan jalur umum. Pembayaranpun bengkak, sekitar 4juta. Duh mah, maafin Viska :(


Sepulangnya dari Rumah Sakit, saya benar-benar istirahat total. Makanan dijaga supaya amandel tidak bengkak. Yang ada dipikiranpun hanya ingin sembuh. Alhasil, berat badan saya turun 4 Kg.


Sewaktu kontrol minggu ke-3, dokter menanyakan kapan mau operasi dan mengajukan tanggal di bulan Maret. Jeeeeeng.. saya dijadwalkan operasi satu hari sebelum Ulang Tahun. Ya Allah.. tahun lalu dapat kado lulus sarjana, tahun ini kok malah dapat kado harus operasi. Tapi gak apa-apa deh, demi sehat. Akhirnya mama saya menandatangani surat tersebut.


Hari dioperasi pun tiba. Rasanya deg-degan walau cuma operasi ringan sebenarnya. Sebelum masuk ruang operasi, saya diberi obat. Ketika masuk ruang operasi, dibius. Sadar ketika sudah di ruang perawatan dan bertanya "operasinya udah?" karena kalimat itu yang ada di pikiran saya ketika sebelum di operasi. Susterpun menjawab "udah".

Waktu itu saya langsung pulang. Ada dua pilihan sih waktu di administrasi. Kalau hanya operasi aja, biayanya segini. Kalau dengan inap, biayanya segini. Jeeeng, 6juta kalau hanya operasi aja. Hmm oke.. mama saya mengeluarkan 10juta untuk saya sembuh (belum dengan obat). Sehat itu mahal, bos! :(


Sehabis operasi, masih harus kontrol juga sampai pulih. Obat lagii. Lama kelamaan, kebal deh tubuh ini konsumsi obat melulu.


Tapi alhamdulillah, saya sehat selalu sampai tulisan ini diketik.



Sampai jumpa!
Share:

Halo Ibu Kota

Ibu kota lebih kejam dari Ibu tiri
Frasa yang sering digunakan untuk menggambarkan beratnya hidup di Jakarta.

source: google.com

Ibu Kota memang kejam bagi yang baru datang ke Jakarta. Kenapa? Yuk simak!

Pengalaman ini didapat ketika saya berada di Jakarta untuk bekerja. Ya kerja. Yang menurut orang bekerja di Jakarta itu dapat gaji besar. Tapi ternyata tidak. Semuanya butuh proses.
Waktu itu saya hanya digaji sebesar UMK Jakarta. Ya insyaAllah cukup.
Tapi ternyata...

Oke, saya memang banyak teman di Jakarta. Tapi hanya satu orang yang dekat karena lokasi kami berdekatan. Lokasi dengan teman yang lain cukup jauh. Ya Allah, aku harus kuat!

Sewaktu istirahat jam kerja, saya sendirian karena yang lain dibekali makan siang oleh istrinya. Sebenarnya tempat makan yang dekat dengan kantor agak kotor. Tapi ya mau gimana. Saya hanya tahu tempat makan itu. Jadinya tetap makan di situ. Dua minggu kemudian, saya baru mendapat teman. Itupun vendor sebelah. Ya alhamdulillah ada teman makan. Jadi ada pilihan tempat lain, yang lebih bersih. Tapi ketika weekend, saya kebingungan cari makan. Yang dekat hanya mall. Ya terpaksa makan junk food walau uang pas-pasan. Padahal mama selalu tanya "udah makan? uangnya masih ada buat makan?". Sedih kalo diinget. Karena kadang ga makan :(

Empat bulan berjalan.. Saya merasa jenuh dan capek. Mungkin karena kegiatannya itu-itu saja. Btw, saya tidak terlalu nyaman dengan yang kegiatannya berulang. Jadi merasa stuck. Hingga saya berdoa "Ya Allah.. ijinkan saya untuk istirahat, saya lelah" sehabis shalat.

Bulan kelima, saya sudah tidak di klien alias kembali ke kantor. Tidak lama dari situ, sayapun bertemu dengan beberapa teman baru. Salah satunya dari acara gathering komunitas. Diapun berdomisili dan kerja di Jakarta. Ternyata juga kantor kami berdekatan. Jadilah dekat. Dia sempat bilang "Vi, wajah kamu pucat". Tapi saya hanya respon "oh mungkin kecapean. tadi udah makan kok".

Hingga suatu hari ketika bangun tidur, tenggorokan saya kayak ada yang menghalangi. Saya mendeham dan minum air hangat, tapi tidak ada perubahan. Ketika di kantor, bilang ke teman, dia membelikan saya larutan karena mungkin katanya panas dalam.

Keesokan harinya, tenggorokan saya makin parah. Ditambah demam pada sore hari. Tapi ketika pagi, demamnya hilang. Saya tetap ke kantor. Menjelang sore hari, demam lagi. Akhirnya ijin pulang cepat dan diantar pulang oleh teman saya.

Besoknya hari Sabtu, jadi saya berobat. Ditemanin teman saya itu. Dicek oleh dokter, diminta tes urine. Nunggu sejam kalau tidak salah. Selama 1 jam itu, saya diinfus, karena tenggorokan saya sakit, tidak masuk makanan. Setelah ada hasil, ternyata typus (-)
Huaaa rasanya ingin nangis. Sakit terparah yang dialami seumur hidup.
Alhasil, saya mengajukan resign ke kantor. Kemudian pulang ke Bandung (dijemput mama) dengan kondisi sedang sakit.

Halo Ibu Kota. Sampai jumpa di lain kesempatan!
Terima kasih atas rasa sakitnya.
Saya sulit menemukan warung nasi yang tempatnya bersih dan higienis.
Share:

Pengalaman Pertama Kerja di Ibu Kota

Biasanya saya ke Ibu Kota, kalau ada keperluan saja. Tapi kali ini, saya ke Ibu Kota untuk kerja.


Oke jadi gini.

2013 lalu, hadiah ulang tahun dari Allah (karena doa mama juga) adalah saya lulus dari Universitas. Yap, saatnya praktek ke dunia sebenarnya setelah mendapat bekal ilmu sewaktu kuliah.


Tidak lama setelah lulus, ijazah sudah dibagikan walau belum wisuda, teman saya menawarkan pekerjaan di Jakarta. Saya memberi tahu mama. Alhamdulillah diijinkan tapi diantar, karena tidak ada keluarga di Jakarta. Hanya teman-teman saya aja. Oke gak masalah, senang banget rasanya! Lalu, diantar ke Jakarta dan cari kost.


Hari pertama kerja, saya berangkat pagi banget karena khawatir telat. Tapi karena jarak antara kost dengan kantor cukup jauh sih dan karena baru kerja. Jadinya semangat banget! Hehe. Oh iya, saya kerja di kantor Konsultan IT Security. Jadi hari pertama diminta datang dulu ke kantor, bukan ke klien.


Ketika sudah masuk jam kantor, dikenalin ke karyawan lain sama mbak HRDnya. Lalu ngobrol-ngobrol dengan yang lain.

Waktu itu kalau gak salah, saya stay di kantor selama satu minggu. Minggu depannya baru deh ke klien.


Singkat cerita, saya ke klien dan sudah mulai onsite. Jeeeeng,, temannya laki-laki semua. Saya hanya perempuan sendiri. Baiklah gak apa-apa. Sudah biasa dengan dominan laki-laki dari kuliah.


Nah, ruangan saya ada di samping Data Center yang ACnya sebesar kulkas dan AC kering. Dingin banget walau udah pake jaket. Ruangannya disebut aquarium karena sekelilingnya kaca, terbuka. Tapi sebenarnya itu ruangan monitoring IT Security.

Lobby

Ruang Kerja
(yang screensavernya Doraemon, PC saya)

Saya masuk kerja jam 8 pagi, pulang jam 5 sore. Tinggal jalan kaki kalau berangkat dan pulang kerja, karena jaraknya tidak terlalu jauh. Oh iya, saya pindah kost ke yang lebih dekat dengan klien.

Sebenarnya agak membosankan, karena mungkin saya baru pertama kerja dan stay di Ibu Kota. Ternyata juga, kerja di Jakarta itu butuh fisik yang kuat bagi yang sebelumnya hanya anak rumahan seperti saya. Akan saya ceritakan di post selanjutnya ya!
Share: